28 September 2008

Rehabilitasi Lahan Kritis di Daerah Tangkapan Air Danau Toba : Apa yang Perlu Kita Mulai?

Gambar 1. Peta Penutupan Lahan DTA Danau Toba
Perhatian terhadap kelestarian fungsi ekosistem Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba telah dimulai sejak lama bahkan sejak zaman kolonial. Berbagai upaya rehabilitasi yang telah dilakukan melalui penanaman kembali kawasan hutan (reboisasi) dan penghijauan pada lahan masyarakat menunjukkan berbagai tingkat keberhasilan dan kegagalan.
Berdasarkan interpretasi citra satelit pada tahun 1985 dan 2005 diindikasi terjadi pengurangan penutupan hutan ± 16 ribu hektar dan peningkatan lahan kritis berupa padang alang-alang sebesar ± 17 ribu hektar selama periode tersebut. Dalam beberapa tahun terakhir luas lahan terdegradasi semakin meningkat dengan masih terjadinya penebangan liar, pembukaan lahan hutan, intensitas kebakaran hutan dan lahan yang tinggi dan praktek pengolahan tanah yang tidak lestari.
Belajar dari berbagai keberhasilan dan kegagalan program rehabilitasi di DTA Danau Toba, diidentifikasi bahwa rendahnya partisipasi dan kepedulian masyarakat merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan.
Keberhasilan berbagai program rehabilitasi dapat dipertanyakan jika aspek peningkatan kepedulian dan partisipasi masyarakat merupakan aspek yang dinilai. Dalam prakteknya, rendahnya kepedulian masyarakat dalam menjaga kelestarian ekosistem hutan tercermin dari rendahnya kepedulian memelihara tanaman rehabilitasi dan pencegahan dan penanggulangan kebakaran, pembukaan lahan dengan pembakaran yang tidak hati-hati, dan luasnya lahan tidur.
Saat ini terdapat tidak kurang 48 ribu hektar lahan tidur dan kritis di Kabupaten Samosir atau setara dengan 77,4% luas lahan kering di wilayah tersebut. Luasnya lahan tidur dan kritis ini berbanding lurus dengan kemiskinan masyarakat. Pada tahun 2000 terdapat 23 % penduduk Samosir yang berada di bawah garis kemiskinan dengan lebih dari 90% menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. Jumlah ini meningkat menjadi 41 % pada tahun 2004 atau naik sekitar 18 % (20.070 jiwa) selama periode tersebut. Kondisi ini mengakibatkan meningkatnya tekanan terhadap kelestarian hutan alam yang tersisa.
Apa Yang Perlu Kita Mulai
Untuk meningkatkan fungsi ekosistem Danau Toba sebagai salah satu sistem penyangga kehidupan maka perlu dilakukan inisiasi dukungan bagi penanaman pohon pada lahan kritis berbasis masyarakat dan peningkatan inisiatif peningkatan kepedulian dan partisipasi masyarakat dalam menjaga kelestarian ekosistem DTA Danau Toba melalui pelatihan, penggalian teknik budidaya/ rehabilitasi lahan, serta alternatif pemberdayaan masyarakat lainnya.
Beberapa kegiatan yang dapat kita mulai lakukan antara lain :
a. Penanaman pohon asuh (adoption/ memorial trees)
Melalui penanaman berbagai jenis (tanaman kehutanan dan Multipurpose Trees) dengan pola pohon asuh diharapkan berbagai pihak yang peduli memberikan donasi terhadap pohon yang ditanamnya hingga tanaman tersebut mampu bertahan hidup. Donasi tersebut akan dialokasikan kepada masyarakat sebagai insentif pemeliharaan tanaman tersebut. Dalam jangka panjang pohon yang ditanam tersebut dapat menjadi pohon kenangan (memorial trees) serta areal penanaman dapat dijadikan salah satu demo plot rehabilitasi lahan. Masyarakat Batak Toba yang berada di perantauan dapat mendonasikan sekurangnya satu pohon bagi pemulihan Pulau Samosir kampung halamannya.

b. Pelatihan pembuatan kompos
Pelatihan pembuatan kompos bertujuan untuk mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap pupuk kimiawi (non-organik). Dengan kondisi tanah berpasir dan berbatu, pemakaian pupuk kimiawi tidak efisien karena kemampuan ikat tanah yang rendah, selain itu harga pupuk yang mahal sangat memberatkan masyarakat. Pupuk kompos yang dibuat diharapkan dapat meningkatkan produktivitas lahan tidur/kritis sehingga akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan secara tidak langsung mengurangi ketergantungan terhadap hutan dan kawasan hutan.

c. Pelatihan pembuatan persemaian
Dengan luasnya lahan kritis yang harus direhabilitasi, kebutuhan terhadap bibit tanaman sangat tinggi. Hingga saat ini, sebagian besar kebutuhan bibit tanaman rehabilitasi di DTA Danau Toba (terutama Samosir) dipenuhi dari luar kawasan ini. Kondisi ini mengakibatkan biaya tinggi dalam transportasi serta bibit stess akibat perjalanan jauh. Dengan pembangunan inisiatif persemaian sederhana masyarakat diharapkan sebagian kebutuhan bibit tanaman rehabilitasi dipenuhi dari masyarakat sendiri. Hal ini secara langsung akan menjadi alternative sumber pendapatan masyarakat. Pelatihan persemaian pada generasi muda (murid SD, SMP dan SMA) juga akan meningkatkan kepedulian mereka terhadap lingkungannya. Sekolah juga diperkirakan dapat menjadi salah satu sentra pengadaan bibit tanaman rehabilitasi.

d. Kampanye lingkungan
Kampanye lingkungan dilakukan terhadap murid SD, SMP dan SMA melalui pendidikan lingkungan (environmental education), pemutara film, games dan lainnya. Lokasi kegiatan adalah sekolah-sekolah di Kabupaten Samosir. Pemahaman dan kepedulian yang telah ditanamkan sejak diri diharapkan dapat membantu pemulihan Danau Toba dalam jangka panjang***
Aswandi
Peneliti Balai Penelitian Kehutanan Aek Nauli

Tidak ada komentar: