25 September 2008

BANJIR KRUENG MEUKEK : Dampak Perubahan Penutupan Lahan

Oleh : Cut Rizlani Kholibrina

Berbagai media cetak dan elektronik beberapa saat lalu melaporkan telah terjadi banjir yang menggenangi dan menghancurkan beberapa desa di Meukek Kecamatan Labuhan Haji Aceh Selatan serta memutus perhubungan darat antara Tapaktuan dan Meulaboh. Tentu sangat besar kerugian finansial dan moril akibat bencana tersebut.

Bencana banjir sesungguhnya merupakan dampak dari terganggunya suatu Daerah Aliran Sungai (DAS). Dengan luasan DAS yang tetap, faktor-faktor yang mempengaruhi dinamika air pada DAS tersebut adalah curah hujan (input), penyerapan dan daya simpan tanah (proses), dan aliran sungai ke laut (output). Dinamika ketiga faktor inilah yang akan menentukan keadaan kekeringan, banjir atau normalnya suatu kawasan.

Pendangkalan
Kecuali dalam kondisi tertentu (misalnya badai dan topan), curah hujan relatif tidak berubah dalam jangka panjang sehingga suatu fenomena banjir lebih ditentukan oleh terganggunya daya serap dan simpan tanah serta aliran sungai ke laut atau danau. Perubahan daya serap dan simpan tanah merupakan dampak dari perubahan penutupan lahan dan perubahan tersebut sesungguhnya adalah gejala (sympton) dari berbagai permasalahan penanganan lingkungan hidup selama ini.

Tidak dapat dipungkiri telah terjadi perubahan penutupan lahan yang sangat serius pada Sub DAS Krueng Meukek yang berhulu di dua tempat yakni Gunung Meukek (1520 mdpl) dan Gunung Meukek Sawang (1242 mdpl). Dengan panjang 8,5 km, sebagian besar wilayah DAS telah berubah penutupan dari perkebunan pala (Myristica fragrans) dan tanaman perkebunan lainnya yang dulunya banyak ditanam di kiri kanan sungai menjadi semak belukar. Kurangnya upaya-upaya pengembangan jenis ini terutama lemahnya tata niaga dan penanganan hama penyakit mengakibatkan salah satu komoditas primadona Aceh Selatan ini tidak dipelihara lagi atau diganti dengan tanaman lain oleh masyarakat sehingga menjadi belukar.

Penebangan liar pada hulu DAS juga telah mengakibatkan keterbukaan lahan dan penurunan daya ikat tanah oleh tanaman (hutan) sehingga mengakibatkan erosi/longsor yang mengakibatkan besarnya massa air yang masuk ke sungai. Perubahan vegetasi di kiri kanan sungai telah mengakibatkan erosi sempadan sungai hingga 50 m sehingga lebar awal 50-75 m menjadi 75-100 meter. Erosi di hulu dan sempadan sungai ini mengakibatkan pendangkalan sungai di bagian hilir dan pendangkalan pada beberapa tempat mengakibatkan perubahan arah aliran sungai. Perubahan arah dan luapan air sungai inilah yang mengakibatkan banjir bandang di Meukek akhir-akhir ini.

Rencana Kerja
Rencana kerja penanganan dan pencegahan banjir di masa depan harus diarahkan pada pengelolaan DAS yang baik. Rusaknya daya ikat dan simpan air tanah dan kurangnya vegetasi pada DAS tersebut harus diperbaiki. Keberhasilan kegiatan-kegiatan rehabilitasi lahan dengan jenis yang tepat (terutama memiliki akar tunjang dan serabut yang baik) dan pemberian motivasi kepada masyarakat untuk menanam tanaman-tanaman perkebunan dan kehutanan akan sangat menentukan upaya pemulihan DAS.

Karena pala telah memiliki sejarah emas di Aceh Selatan, tidak ada salahnya mengembalikan kejayaan jenis ini. Masalah hama dan penyakit yang sepertinya tidak tertangani sehingga mengurangi motivasi masyarakat membudidayakan jenis ini harus mulai dipecahkan. Upaya-upaya sosialisasi penanganan hama dan penyakit (termasuk budidaya) harus diupayakan pada banyak kesempatan.

Sosialisasi budidaya pertanian dengan memperhatikan teknik konservasi tanah dan air juga harus diupayakan. Pelatihan agroforestry terutama dengan jenis-jenis yang telah memiliki jejak rekam yang baik seperti rotan, kemenyan, pala, karet dan sebagainya akan mendorong masyarakat mengembangkan perkebunan multistata (tajuk) yang sangat baik dapat menangkap dan menyimpan air hujan sehingga air hujan lebih lama tersimpan di tanah sebelum dialirkan ke sungai.

Penebangan liar harus dicegah melalui penegakan hukum dan pemberdayaan masyarakat. Untuk mengurangi pendangkalan sungai, pada beberapa tempat dapat dilakukan pengerukan dengan alat berat.***

Cut Rizlani Kholibrina, S.Hut, M.Si
Staf pada Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Aceh Selatan

Tidak ada komentar: