Workshop Diseminasi Hasil-Hasil Studi ITTO PD 394/06 Rev. 1 (F) diselenggarakan di Medan tanggal 9 Februari 2009 oleh Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara yang bekerjasama dengan Puslitbang Hutan dan Konservasi Alam dan ITTO. Workshop dihadiri oleh ± 60 orang yang terdiri dari berbagai instansi terkait dengan pemulihan ekosistem Danau Toba.
Memperhatikan sambutan Gubernur Provinsi Sumatera Utara, pemaparan tujuh makalah yang dipresentasikan, diskusi dan saran-saran dari seluruh peserta Workshop dihasilkan beberapa rumusan sebagai berikut:
1. Danau Toba merupakan asset yang sangat strategis dalam mendukung pembangunan di Sumatera Utara. Oleh karena itu eksistensi dan fungsi Danau Toba harus dipertahankan dan perlu ditingkatkan.
2. Ganguan terhadap Danau Toba terus terjadi baik di bagian daerah tangkapan air (DTA) dan kawasan perairan Danau Toba. Hal ini disebabkan oleh belum adanya persepsi diantaranya pemangku kepentingan dan instansi-instansi terkait dan persoalan tenurial (kepemilikan lahan) yang tidak jelas.
3. Untuk mengatasi masalah tersebut, maka kegiatan ITTO PD 394/06 Rev. 1 (F) “Restorasi Fungsi Ekosistem DTA Danau Toba Melalui Pemberdayaan Masyarakat dan Penguatan Kapasitas Lokal” disambut baik dan diharapkan dapat memberikan kontribusi nyata terhadap restorasi fungsi DTA Danau Toba melalui: (i) pemberdayaan masyarakat dan penguatan kapasitas lokal, dan (ii) penelitian dan kajian-kajian yang dapat digunakan sebagai dasar ilmiah untuk pengambilan keputusan mengenai pengelolaan Danau Toba lebih lanjut. Kecuali itu, hasil-hasil dari kegiatan ITTO diharapkan dapat mendukung penerapan Rencana Pengelolaan Ekosistem Danau Toba (Lake Toba Ecosystem Management Plan-LTEMP).
4. Pengelolaan kawasan DTA Danau Toba tidak dapat dipisahkan dari pengembangan sosial budaya masyarakat setempat. Oleh karena itu pengembangan sumber-sumber kehidupan harus berbasis (i) komoditi yang cocok dan sesuai tempat tumbuhnya, (ii) kesesuaian dengan tingkat pengetahuan dan ketrampilan masyarakat setempat, (iii) kearifan lokal dan tradisi yang dimiliki oleh masyarakat.
5. Persoalan Danau Toba sangat komplek baik ruang lingkup maupun cakupannya. Oleh karena itu 7 kabupaten yang wilayahnya menjadi DTA Danau Toba perlu duduk bersama untuk membuat perencanaan terpadu dan mengalokasikan anggarannya sesuai dengan peran dan tanggung jawab masing-masing kabupaten.
6. Dalam rangka pengembangan kapasitas masyarakat lokal telah dibangun tujuh desa model ITTO di kabupaten Karo, Simalungun dan Samosir. Namun dalam pelaksanaan pelatihan dan alih teknologi akan melibatkan masyarakat di luar 3 kabupaten model yang ada.
7. Perekonomian masyarakat di DTA Danau Toba masih didominasi oleh sektor pertanian yang masih belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Untuk itu perlu dikembangkan usaha lainnya seperti dagang, buruh, dan jasa seperti wisata. Kerajinan ukir khas batak, kain tenun ulos dan gerabah dapat dikembangkan sebagai sumber pendapatan alternatif. Untuk itu perlu diwajibkan pemakaian pakaian dinas resmi dari bahan ulos bagi PNS pada acara resmi, demikian pula pada upacara adat dan agama (seperti pakai jas dengan bahan dari tenun ulos).
8. Berbagai pola tanam agroforestri perlu dipelajari dan dikembangkan di DTA Danau Toba sehingga aspek konservasi tanah dan usaha tani menghasilkan nilai optimal dan diterima oleh pasar. Industri yang berkembang di daerah setempat merupakan peluang pasar bagi komoditi kayu maupun non kayu yang dikembangkan oleh masyarakat.
9. Untuk sebagian masyarakat yang tinggal di DTA Danau Toba terdapat penyakit “mental block” dan menganggap dirinya “sisa” dari perantauan. Untuk itu perlu dilakukan pendampingan dalam membangkitkan kepercayaan masyarakat dalam usaha pertanian.
10. Banyak stakeholders berkepentingan terhadap keberadaan Danau Toba. Untuk itu perlu dididentifikasi dengan jelas stakeholder tersebut beserta peranannya masing-masing. Perlu dipertimbangkan rencana pembentukan model manajemen kolaboratif dalam pengelolaan dan pengembangan lahan marga di DTA Danau Toba.
11. Peran dan kontribusi salah satu stakeholder yaitu Dinas Kehutanan Sumatera Utara didasarkan pada tugas pokok dan fungsinya serta sesuai dengan peraturan yang berlaku. Sedangkan program-program yang disusun dikaitkan dengan keberadaan kawasan hutan, potensi hutan, kondisi masyarakat setempat, dan masalah serta kendala yang ada.
12. Kunci dalam upaya pemulihan eksositen Danau Toba adalah koordinasi diantara stakeholder yang dikelompokkan dalam stekholders utama (primary) dan pendukung (secondary) serta kunci (key). Kejelasan peran, fungsi dan program/kegiatan yang terkait pemulihan menjadi penting untuk memposisikan diri setiap stakeholder secara proporsional dan sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya dalam pengelolaan ekosistem Danau Toba.
13. Kebijakan dan peraturan yang dikeluarkan dan diimplementasikan oleh para pemangku kepentingan diharapkan tetap mengacu kepada kelestarian ekosistem Danau Toba dan tidak menghambat dalam pelaksanaan program dan kegiatan pemulihannya.
Medan, 9 Februari 2009
Tim Perumus:
1. Prof. Riset. Ir. Rusli Harahap, M.Sc
2. Ir. Garendel Siboro, M.Si
3. Ir. Subarudi, M.Wood.Sc
4. Ir. Sulistyo A. Siran, M.Sc.
Memperhatikan sambutan Gubernur Provinsi Sumatera Utara, pemaparan tujuh makalah yang dipresentasikan, diskusi dan saran-saran dari seluruh peserta Workshop dihasilkan beberapa rumusan sebagai berikut:
1. Danau Toba merupakan asset yang sangat strategis dalam mendukung pembangunan di Sumatera Utara. Oleh karena itu eksistensi dan fungsi Danau Toba harus dipertahankan dan perlu ditingkatkan.
2. Ganguan terhadap Danau Toba terus terjadi baik di bagian daerah tangkapan air (DTA) dan kawasan perairan Danau Toba. Hal ini disebabkan oleh belum adanya persepsi diantaranya pemangku kepentingan dan instansi-instansi terkait dan persoalan tenurial (kepemilikan lahan) yang tidak jelas.
3. Untuk mengatasi masalah tersebut, maka kegiatan ITTO PD 394/06 Rev. 1 (F) “Restorasi Fungsi Ekosistem DTA Danau Toba Melalui Pemberdayaan Masyarakat dan Penguatan Kapasitas Lokal” disambut baik dan diharapkan dapat memberikan kontribusi nyata terhadap restorasi fungsi DTA Danau Toba melalui: (i) pemberdayaan masyarakat dan penguatan kapasitas lokal, dan (ii) penelitian dan kajian-kajian yang dapat digunakan sebagai dasar ilmiah untuk pengambilan keputusan mengenai pengelolaan Danau Toba lebih lanjut. Kecuali itu, hasil-hasil dari kegiatan ITTO diharapkan dapat mendukung penerapan Rencana Pengelolaan Ekosistem Danau Toba (Lake Toba Ecosystem Management Plan-LTEMP).
4. Pengelolaan kawasan DTA Danau Toba tidak dapat dipisahkan dari pengembangan sosial budaya masyarakat setempat. Oleh karena itu pengembangan sumber-sumber kehidupan harus berbasis (i) komoditi yang cocok dan sesuai tempat tumbuhnya, (ii) kesesuaian dengan tingkat pengetahuan dan ketrampilan masyarakat setempat, (iii) kearifan lokal dan tradisi yang dimiliki oleh masyarakat.
5. Persoalan Danau Toba sangat komplek baik ruang lingkup maupun cakupannya. Oleh karena itu 7 kabupaten yang wilayahnya menjadi DTA Danau Toba perlu duduk bersama untuk membuat perencanaan terpadu dan mengalokasikan anggarannya sesuai dengan peran dan tanggung jawab masing-masing kabupaten.
6. Dalam rangka pengembangan kapasitas masyarakat lokal telah dibangun tujuh desa model ITTO di kabupaten Karo, Simalungun dan Samosir. Namun dalam pelaksanaan pelatihan dan alih teknologi akan melibatkan masyarakat di luar 3 kabupaten model yang ada.
7. Perekonomian masyarakat di DTA Danau Toba masih didominasi oleh sektor pertanian yang masih belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Untuk itu perlu dikembangkan usaha lainnya seperti dagang, buruh, dan jasa seperti wisata. Kerajinan ukir khas batak, kain tenun ulos dan gerabah dapat dikembangkan sebagai sumber pendapatan alternatif. Untuk itu perlu diwajibkan pemakaian pakaian dinas resmi dari bahan ulos bagi PNS pada acara resmi, demikian pula pada upacara adat dan agama (seperti pakai jas dengan bahan dari tenun ulos).
8. Berbagai pola tanam agroforestri perlu dipelajari dan dikembangkan di DTA Danau Toba sehingga aspek konservasi tanah dan usaha tani menghasilkan nilai optimal dan diterima oleh pasar. Industri yang berkembang di daerah setempat merupakan peluang pasar bagi komoditi kayu maupun non kayu yang dikembangkan oleh masyarakat.
9. Untuk sebagian masyarakat yang tinggal di DTA Danau Toba terdapat penyakit “mental block” dan menganggap dirinya “sisa” dari perantauan. Untuk itu perlu dilakukan pendampingan dalam membangkitkan kepercayaan masyarakat dalam usaha pertanian.
10. Banyak stakeholders berkepentingan terhadap keberadaan Danau Toba. Untuk itu perlu dididentifikasi dengan jelas stakeholder tersebut beserta peranannya masing-masing. Perlu dipertimbangkan rencana pembentukan model manajemen kolaboratif dalam pengelolaan dan pengembangan lahan marga di DTA Danau Toba.
11. Peran dan kontribusi salah satu stakeholder yaitu Dinas Kehutanan Sumatera Utara didasarkan pada tugas pokok dan fungsinya serta sesuai dengan peraturan yang berlaku. Sedangkan program-program yang disusun dikaitkan dengan keberadaan kawasan hutan, potensi hutan, kondisi masyarakat setempat, dan masalah serta kendala yang ada.
12. Kunci dalam upaya pemulihan eksositen Danau Toba adalah koordinasi diantara stakeholder yang dikelompokkan dalam stekholders utama (primary) dan pendukung (secondary) serta kunci (key). Kejelasan peran, fungsi dan program/kegiatan yang terkait pemulihan menjadi penting untuk memposisikan diri setiap stakeholder secara proporsional dan sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya dalam pengelolaan ekosistem Danau Toba.
13. Kebijakan dan peraturan yang dikeluarkan dan diimplementasikan oleh para pemangku kepentingan diharapkan tetap mengacu kepada kelestarian ekosistem Danau Toba dan tidak menghambat dalam pelaksanaan program dan kegiatan pemulihannya.
Medan, 9 Februari 2009
Tim Perumus:
1. Prof. Riset. Ir. Rusli Harahap, M.Sc
2. Ir. Garendel Siboro, M.Si
3. Ir. Subarudi, M.Wood.Sc
4. Ir. Sulistyo A. Siran, M.Sc.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar