06 Maret 2009

Rumusan Workshop Kolaborasi Lahan Marga

Samosir, 25-26 Februari 2009
ITTO PD 394/06 Rev.1 (F)

Workshop ”Pengelolaan Kolaboratif Lahan Marga ” diselenggarakan di Samosir tanggal 25-26 Februari 2009 oleh Dinas Kehutanan Kabupaten Samosir yang bekerjasama dengan Puslitbang Hutan dan Konservasi Alam dan ITTO PD 394/06 Rev. 1 (F). Workshop dihadiri oleh ± 60 orang yang terdiri dari berbagai instansi terkait dengan pemulihan ekosistem Danau Toba.

Memperhatikan sambutan Bupati Kabupaten Samosir, Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Samosir dan Team Leader ITTO, pemaparan enam makalah yang dipresentasikan, proses diskusi dan saran-saran dari seluruh peserta Workshop dihasilkan beberapa rumusan sebagai berikut:

1. Pengelolaan kolaboratif lahan marga di sekitar Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba merupakan langkah terobosan dan strategis yang harus dilakukan oleh para pemangku kepentingan sebagai upaya pemanfaatan lahan-lahan marga yang terlantar dan tidak produktif untuk mendukung program ”Hijaukan Danau Toba” (Greening Lake Toba).

2. Hambatan dan kendala utama terkait dengan pemanfaatan lahan marga untuk program penghijuan meliputi: (i) resistensi masyarakat menanam pohon karena takut ada klaim sebagai kawasan hutan, (ii) banyak lahan-lahan marga yang belum terdaftar di instansi terkait, (iii) konflik lahan antar marga sering terjadi karena ketiadaan batas yang jelas di lapangan, (iv) kurangnya sosialisasi dan penyuluhan dalam pemanfaatan lahan marga, (v) pendekatan pihak ketiga terhadap marga kurang tepat, (vi) peranan lembaga adat (bius) dipinggirkan, (vii) kurangnya dukungan/kebijakan pemerintah.

3. Ketakutan akan klaim sebagai kawasan hutan sebenarnya dapat diselesaikan dengan pembuatan Surat Pernyataan dari instansi berwenang atau pembuatan Nota Kesepaham (MOU) dengan pihak-pihak yang terlibat dalam pengelolaan kolaboratif.


4. Lahan-lahan marga yang belum terdaftar dapat disiasati dengan pemberian insentif oleh instansi yang berwenang kepada masyarakat yang mendaftarkan lahannya (misalnya potongan pajak dan kemudahan pengurusan perijinan) dan memberikan sanksi/disinsentif kepada yang tidak atau belum mendaftarkan lahannya (misalnya pengenaan pajak yang lebih tinggi dan persyaratan yang lebih ketat dalam perijinan).

5. Tidak ada batas yang jelas antar lahan marga di lapangan dapat diselesaikan oleh instansi yang berwenang dengan melakukan pengukuran, penandaan batas dan pemetaan secara partisipatif sehingga konflik lahan antar marga tidak terjadi lagi di masa datang.

6. Kurangnya sosialisasi dan penyuluhan atas program penghijauan dapat diselesaikan melalui penguatan kelembagaan penyuluhan dan peningkatan program serta kegiatan penyuluhan terpadu oleh instansi yang berwenang di sekitar DTA Danau Toba.

7. Pendekatan pihak ketiga yang kurang tepat dapat diperbaiki dengan memperhatikan norma dan urutan silsilah keturanan suatu marga dan mengadakan musyawarah di lingkup internal marga yang menjadi mitra kerjanya.

8. Peranan lembaga adat (Bius) yang terpinggirkan dapat ditingkatkan melalui penguatan kembali peranan dan fungsi lembaga adat tersebut dalam penyelesaian konflik lahan di internal dan eksternal marga. Sebagai contoh Kabupaten Samosir telah memasukkan peran dan fungsi lembaga adat dalam Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) terkait dengan Pemanfaatan Lahan Marga.

9. Kurangnya dukungan pemerintah dapat diselesaikan melalui pembuatan peraturan daerah (Perda) dan peraturan desa (Perdes) yang mendorong perwujudan ”Desa Ramah Lingkungan” dengan menanam pohon bagi masyarakat yang mengurus ijin pernikahan dan perceraian, pembuatan akte kelahiran dan kematian. Pembuatan Ranperda ”pemanfaatan lahan marga” oleh kabupaten Samosir perlu dihargai dan patut ditiru oleh kabupaten lainnya di sekitar DTA Danau Toba sebagai terobosan penting dalam upaya pemanfaatan lahan-lahan marga yang kurang produktif dan diterlantarkan.


10. ITTO tetap komitmen dan konsisten mendukung program ”Hijaukan Danau Toba” dan penyelesaian Ranperda Kabupaten Samosir dengan pembuatan pilot percontohan penyelesaian konflik lahan marga di desa Onan Runggu dengan membuat batas-batas lahan yang jelas dan penanaman massal dan serentak di lahan marga tersebut.

11. Semua pemangku kepentingan diharapkan terus menjalankan komitmen dan kesepakatannya untuk mendukung program ”Hijaukan Danau Toba” secara konsisten dan konsekuen. Oleh karena itu pertemuan berkala (6 bulanan) akan diinisiasi oleh ITTO dalam rangka monitoring dan evaluasi pelaksanaan program ”Hijaukan Danau Toba”.


Samosir, 26 Februari 2009

Tim Perumus:

1. Prof. Riset. Ir. Rusli Harahap, M.Sc
2. Drs. Rahman Naibaho, MSi
3. Ir. Subarudi, M.Wood.Sc
4. Ir. Hotmauli Sianturi, MSc
5. Dra. Sinta M Marpaung

Tidak ada komentar: